Minggu, 24 Mei 2009

nilai-nilai budaya jambi

NILAI-NILAI BUDAYA YANG TERCERMIN PADA TUTUP KEPALA DI PROPINSI JAMBI

Pendahuluan
Sistem berpakaian dan penggunaan perhiasan sudah ada sejak zaman pra-sejarah, dari hasil penelitian tentang perhiasan tubuh pada masa zaman prasejarah di dataran tinggi Pasemah arca-arca digambarkan memakai perhiasan tubuh berupa kalung manik-manik dan gelang tangan, kadang-kadang memakai gelang kaki. Sukendar (1987:54-57) menyebutkan bahwa: di daerah Lahat (Pasemah) terdapat pahatan seorang wanita yang digambarkan dengan hiasan-hiasan badan yang lengkap dan tutup kepala (tutup rambut) yang dipahatkan sangat rumit dan menarik.
Keragaman bentuk perhiasan yang digunakan dalam berpakaian mulai dari tutup kepala hingga kaki pada masing-masing suku yang mendiami daerah Propinsi Jambi dengan kesatuan sosialnya yang berbeda-beda terdiri dari orang kerinci, orang batin dan orang bajau disebut suku Melayu Tua (Proto Melayu) dan masyarakat itu menyebar di Kabupaten Kerinci, Batanghari, Sarolangun, Muaro Bungo, Tanjung Jabung dan Merangin,dan suku Melayu Muda (Deuntro Melayu) orang Penghulu, suku pindah dan Melayu Jambi kabupaten Sarolangun, Merangin, batanghari, Muaro Bungo, Muaro Tebo, Tanjung Jabung dan Kotamadya Jambi, sampai kepada kelompok masyarakat terkecil memiliki perbedaan dasar pemikiran yang terungkap melalui gerak laku, karya sebagai cerminan dalam sebuah kebudayaan. Koentjaraningrat (1993:5) menjelaskan bahwa kebudayaan itu mempunyai tiga wujud, yaitu: 1. wujud kebudayaan sebagai kelompok dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya, 2. wujud


kebudayaan sebagai suatu kelompok aktivitas berpola dari manusia dalam masyarakat, 3. wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud benda sebagai karya berhubungan dengan berbagai kebutuhan manusia. Salah satu wujud benda yang merupakan kebutuhan utama bagi manusia adalah pakaian untuk melindungi tubuh dari berbagai kemungkinan, dengan perkembangan zaman dan masuknya pengaruh Islam, karya seni itu semangkin disempurnakan tidak saja sebagai pakaian, tetapi telah disempurnakan untuk memperindah tubuh lengkap dengan tutup kepalanya, yang merupakan cerminan dari nilai-nilai budaya serta perilaku masyarakat pemakainya. Disamping itu benda-benda tersebut memiliki muatan perlambangan-perlambangan yang berhubungan erat dengan sistem kepercayaan. Cassirer (1987:104-105), mengatakan bahwa; setiap karya manusia lahir dalam kondisi historis dan kondisi sosial tertentu. Tetapi kita takkan pernah mengerti kondisi-kondisi spesial tanpa menangkap prinsip-prinsip struktur umum yang ada dibalik karya- karya itu
Pada masyarakat Propinsi Jambi yang beragam pakaian yang khususnya bagian tutup kepala merupakan suatu benda yang memiliki makna-makna dengan filosofis tertentu sesuai dengan status sosial dari individu yang memakainya, seperti : tutup kepala yang dipakai oleh kepala suku / adat, penganten dalam pesta pernikahan, penyambut tamu dalam upacara kebesaran dan tari yang dipakai antara laki-laki dan perempuan itu berbeda-beda bentuknya sesuai acara dan fungsinya.
Kelengkapan tutup kepala masing-masing etnis yang tersebar diseluruh Propinsi Jambi menunjukkan ethos kebudayaan suatu masyarakat.. Melihat dari cara dan untuk apa tutup kepala itu dipakainya, dan dalam acara apa?, Akan mengatakan bahwa orang itu dari daerah/kabupaten itu dan ini akan lebih jelas bila ada pawai

Bhineka Tunggal Ika. Jagi pemakaian tutup kepala dalam suatu acara akan mewakili masyarakat dan adat sesuatu daerah membedakannya dengan adat daerah kabupaten lain.
Dalam berpakaian seorang pemuka adat dan penganten laki-laki memiliki tutup kepala yang berbeda-beda nama dan makna, seperti; lacak, destar, saluak dan mahkota dan demikian juga dengan wanita, seperti; Mahkota, sungkul, tampung duri daun pandan, pesangkon dan kuluk. Faktor yang paling menunjang terhadap keunikkan tutup kepala adalah kelengkapan perhiasan atau aksesoris dan motif yang menghiasi tutup kepala tersebut. Selanjutnya Anton Bakker (1995:245;227) menyebutkan bahwa makna atau simbol adalah tanda yang sentral dalam hidup manusia, efektif dan emosional yang intesif dan eksistensial yang bersifat menyeluruh dan total.
Penyingkapan nilai-nilai yang terkandung pada tutup kepala dan hiasannya berhubungan dengan keindahan, yaitu secara objektif dan subjektif, secara objektif keindahan terlihat pada struktur fisik benda tersebut, baik dari sisi bentuk, warna, serta elemen-elemen yang terdapat pada benda. Secara subjektib keindahan terlihat dari fungsi benda tersebut dan makna atau pesan-pesan yang dimuat pada benda. Yakob(2000:1400) menjelaskan nilai pertama dalam seni adalah nilai penampilan atau nilai wujud yang melahirkan benda-benda seni. Nilai ini terdiri dari bentuk dan nilai struktur dari tutup kepala. Nilai kedua adalah nilai isi yang terdiri atas nilai pengetahuan, nilai rasa, nilai gagasan dan nilai pesan yang dapat terdiri atas nilai moral, nilai social, nilai religi.
Dalam kehidupan bermasyarakat di Jambi nilai keindahan pada tutup kepala terangkum dalam seloko adat: 1. Pandangan hidup yang berorientasi pada alam, 2. triologi penalaran, 3. prinsip adat dalam bentuk adat basandi syarak, syarak bersandi kitabullah , 4. perihal bahan, alat dan cara menggunakan yang mengandung makna dan arti.



Penulis: Dra. Nurlaini
Pengelola Koleksi Museum Negeri Jambi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar